Permukaan laut berwarna jingga kemerahan. Menelan matahari
menuju belahan bumi yang lain agar membangunkan segenap manusia yang harus
beraktivitas di pagi hari. Sementara aku mengucap selamat tinggal pada matahari
dan menanti bulan yang kadang terlihat, kadang berselimut awan hitam. Sebuah
hari telah berlalu lagi dan aku masih di bumi ini, masih selamat, hidup, dan
bernafas. Tapi semua belum berakhir. Masih ada malam panjang yang harus
kulewati dengan segala bentuk petualangan yang begitu lain dengan siang hari.
Karena di malam hari tidak ada temanku, matahari. Entah mengapa, aku merasa
bulan tidak terlalu membantuku. Bulan terlalu pendiam. Tidak pernah aku ingat,
kapan terakhir kali aku merindukan bulan. Rasanya bulan hanya sebuah dewi malam
yang menyombongkan keanggunannya dikelilingi ribuan bintang. Aku memang tidak
begitu suka malam. Namun sialnya, aku adalah orang yang cukup sulit menemukan
tidurku di malam hari. Aku ingin malam cepat berlalu, dan dengan tidak sabar
menanti datangnya matahari untuk membelai aku yang kedinginan di malam hari.
Sialnya lagi, karena sering kali aku melewatkan malam dengan
tidak tidur, sehingga aku selalu telat menyapa matahari yang selalu datang
tepat waktu. Sepertinya aku selalu mengecewakan matahari, tapi toh ini bukan
kisah cinta aku dan matahari. Melainkan aku dan satu hari. Aku di dalam 24 jam.
Bagaimana aku bisa selamat setiap harinya. Melewati 24 jam. Setiap hari.